Menengok titik 0 Kilometer Indonesia di Sabang

Oktober 26, 2016

"Jobs fill your pocket. Adventures fill your soul"




'Kapan ke Aceh?' tanya Heykal, temen kuliah yang berasal dari Aceh ketika saya bilang dapet tiket Promo AirAsia dari Jogja - KL - Manila - KL - Aceh - KL - Jogja. Total 6 penerbangan saya tebus seharga 1,2 juta. Murah ya? Hehee

'Berangkat akhir Juli sampai awal Agustus 2016' jawab saya. 'sampai di Aceh awal Agustus kayaknya',- sambung saya setengah lupa kapan tepatnya berangkat ke Aceh. Saya adalah tipekal orang yang baru mempersiapkan perjalanan beberapa minggu sebelum berangkat. Jadi setelah dapet tiket, nyanta-nyanai dulu. Hal ini pula yang menggagalkan rencana traveling ke Hongkong bulan Mei kemaren karena salah pesen tiket pulang :D (cerita lengkapnya besok di post di blog ya)

Sebenernya si Heykal ini tinggalny di Langsa, jarkanya 9 jam dari Banda Aceh. Kata dia Langsa itu lebih deket ke Medan, cuma 3 jam. Sedangkan tujuan saya ke Aceh adalah Banda Aceh. Karna emang jaraknya jauh, saya ga yakin bisa ketemu di pas di Aceh.

Eh ndilalah sehari sebelum saya ke Banda Aceh, si Heykal berkunjung ke tempat sodaranya di Banda. Jadilah kita bisa ketemu. Selama di Banda Aceh saya menginap di rumah sodaranya. Sodaranya baik banget. Kayak gini nih yang bikin saya kecanduan traveling, selalu di tilong oleh orang2 baik.

'Serius mau ke sabang?' tanya si Heykal setengah ga yakin buat ke Sabang. 'Iya lah, serius! kapan lagi ke Sabang',- Jawab saya meyakinkan. 

Esoknya kita udah sampai di Sabang. Selama di Sabang, hampir seluruh pulau kita udah jelajahin karena emang pulaunya kecil. Salah satu destinasi yang harus di kunjungi di Sabang apalagi kalau bukan titik Kilometer 0 Indonesia.

Panas sekali pas pertama kali sampai di titik 0 Kilometer ini. Kita memutuskan untuk membeli es kelapa muda sambil ngobrol2 dengan orang-orang di sekitar. Menurut informasi, di titik 0 Kilometer ini bagusnya kalu sore hari. Kalau cuaca cerah, sunsetnya indah. Akhir saya dan Heykal memutuskan untuk jalan-jalan ke tempat lain dulu dan kembali lagi ke titik 0 kilometer ketika sore hari. 


Emang bener yang dikatakan, sore hari adalah waktu yang tepat untuk menikmati titik 0 Kilometer. Tapi entah mengapa waktu itu warung-warung yang ada disana malah sudah tutup semua. Di belakang titik 0 Kilometer ada seperti menara yang sedang di bangun. Saya sempet ngobrol-ngobrol dengan mas2 pekerja disitu. Menurutnya, tiupan angin yang kencang menghambat proses pembangunan yang sudah berjalan hampir 3 tahun (saya agak lupa, dia bilang 3 tahun atau 2 tahun). Ditambah minimnya alat-alat berat penunjang pekerjaan, menjadikan menara/tugu ini lama selesainya.

Langit senja mulai berwarna orange, tiaupan angin yang bergantian berhembus. Hmm.. hari yang indah di pulau sabang.



  • Share:

You Might Also Like

0 komentar